- Pengertian protein
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
(http://id.wikipedia.org/wiki/protein)
Protein merupakan
ikatan antara asam amino yang membentuk rantai yang panjang. Ikatan
antara asam aminotersebut dinamakan ikatan peptide. Ikatan peptide
merupakan ikatan antara dua asam amino dimana gugusan karboksil dan
ikatan amina dari dua asam amino yang berlainan bereaksi.
(Yul Iskandar.1974.hal.196)
TERBENTUKNYA PROTEIN
Peptide bond Asam amino 1 Asam amino 2 (dipeptida)
Struktur molekul protein
B. Struktur Protein
1. Penetapan struktur protein
Rangkaian
asam-asam amino dalam protein dinyatakan sebagai struktur primer. Untuk
menetapkan struktur primer suatu polipeptida atau protein, maka
tipe-tipe asam amino yang eksis sebagaimana juga kwantitas masing-masing
tipe pertama-tama harus ditetapkan. Hal ini bisa diselesaikan dengan
hidrolisis sempurna, yang diikuti oleh pemisahan dan identifikasi
konsttuen-konstituen dari hidrolisat (produk hidrolisis). Hal ini,
dengan sendirinya menjadi tugas yang monumental, mengingat kompleksita
protein-protein;akan tetapi, teknik-teknik kromatgrafi gas dan cair dan
pemisahan oleh penukaran ion telah dikembangkan dan diperbaiki
akhir-akhir ini sehingga analisator asam amino otomatis yang mempu
mengerjakan tugas tersebut dengan cepat dan akurat sekarang tersedia
secara komersial.
Untuk
menetapkan rangkaian asam amino tersebut, polimer ini kemudian
dihidrolisis secara parsial untuk membentuk campuran peptide yang
mengandung sejumlah kecil asam amino, dan rangkaian dalam peptide
tersebut ditetapkan secara bertahap. Proses ini membutuhkan
metode-metode untuk penetapan asam amino terminal-N dan terlminal-C.
mari kita ilustrasikan hal ini dengan memakai tripeptida sederhana
sebagai suatu contoh. Kita asumsikan bahwa hidrolisis sempurna
tripeptida tersebut menghasilkan glisin (Gly), fenilalanin (Phe) dan
valin (Val). Maka tripeptida tersebut bisa memiliki enam struktur yang
mungkin:
Gly-Phe Val
Gly –Val- Phe
Phe-Gly-Val
Phe-val-GlY
Val-Gly-Phe
Val-Phe-Gly
Selanjutnya kita asumsikan bahwa struktur pertama dari enam yang mungkin adalah struktur yang benar.
Salah
satu pereaksi yang umum dipakai untuk menetapkan asam amino terminal-N
adalah 2,4-dinitrofluorobenzena (pereaksi sanger). Selama bereaksi
dengan pereaksi ini, atom fluor menjalani pergantian nukleofilik oleh
gugus amino bebas. Tripeptida termodifikasi ini kemudian dihidrolisis ,
produk-produknya dipisahkan, dan asam aminonya yang sekarang
dimodifikasi dengan 2,4-dinitroflourobenzena (bisa dengan mudah
diidentifikasi dengan kromatografi karena warnaya kuning) kemudian
ditentukan. Enzim karboksipeptidasa mengkatalis dengan efektif reaksi
pembelahan hidrolitik pada ujung terminal-C dari peptide tersebut.
Dengan demikian asam amino
Terminal-C
bisa diidentifikasi dengan segera. Sekali asam amino terminal-N dan
terminal-C diidentifikasi, maka akan diketahui rangkaian tripeptidanya.
Sekarang mari kita pikirkan kasus suatu heksapeptida yang berstruktur:
Gly-ala-gly-Phe-Val-Leu
Tahap-tahap berikut akan menetakan strukturnya:
- hidrolisis sempurna untuk menetapkan asam-asam amino mana dan berapa jumlah yang ada dari masing-masing asam tersebut;
- identifikasi asam-asam amino terminal-N dan-C sebagaimana yang baru saja digambarkan diatas;
- hidroloisis parsial yang diikuti oleh pemisahan empat tripeptida yang mungkin;
- penetapan rangkaian dari sembarang dua diantara tripeptida-tripeptida tersebut.
(Malcom p. steven.1989.hal:610-611)
2. konformasi
Dalam
rangka untuk memahami fungsi protein, kita perlu tahu sesuatu tentang
konformasi, atau pola lipat tiga-dimensi, yang rantai polipeptida
mengadopsi. Meskipun banyak asam polyamino buatan tidak memiliki
konformasi yang jelas dan tampaknya ada dalam larutan sebagai gulungan
hampir acak, kebanyakan protein biologis mengadopsi struktur yang jelas.
Beberapa, seperti keratins rambut dan bulu, yang berserat dan disusun
dalam struktur linier atau sheetlike dengan pola, teratur lipat
mengulangi. Lainnya, seperti kebanyakan enzim, dilipat menjadi kompak,
hampir bulat, konformasi berbentuk bulat.
Struktur
berserat dari keratin cukup teratur untuk menyebarkan sinar x dengan
cara yang mengungkapkan keteraturan lipat. Mengukur intensitas dan
posisi bintik-bintik pada pola difraksi sinar x yang dihasilkan
memberikan perkiraan jarak antara kemampuan mengulang teratur dari pola
lipat.
Linus
Pauling dan Robert Corey pertama kali menyadari bahwa ikatan peptida
adalah planar dan kaku. Dengan pembatasan struktural, jumlah pola lipat
yang tersedia untuk protein terbatas pada dua bentuk dasar. Salah
satunya berhubungan dengan pola α, sebuah pola difraksi sinar x diamati
dengan keratin dari rambut, yang lain berhubungan dengan pola β, diamati
dengan serat sutra, protein berserat sutra, dan dengan keratin yang
telah ditarik.
Mengingat
jari-jari atom van der waals yang normal, sudut ikatan yang diharapkan,
dan bentuk planar ikatan peptida, hanya dua reguler, struktur mengulang
ada tanpa distorsi dan dengan pembentukan ikatan hidrogen-maksimum
D. Reaksi Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan
asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah
menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi
pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif
untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan
protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari
asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.
Larutan
albumin sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 2 mL reagen Hopkins-Cole.
Lalu, ditambahkan lagi dengan larutan asam sulfat pekat melalui sisi
tabung sampai kira-kira 5 mL dan bila perlu putar perlahan-lahan. Warna
yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan diamati.kemudian
Masing-masing 2 mL larutan tyrosin, phenilalanin, tripthopan, glisin dan
sistein ditambahkan dengan 2 mL reagen Hopkins-Cole. Lalu, ditambahkan
lagi dengan larutan asam sulfat pekat melalui sisi tabung sampai
kira-kira 5 mL dan bila perlu putar perlahan-lahan. Warna yang terbentuk
pada pertemuan kedua cairan diamati.
Reagen
Hopkins-Cole mengandung asam glioksilat (HOO-CHO). Jika reagen tersebut
ditambahkan dengan senyawa yang mengandung cincin indol dan ditambahkan
dengan asam sulfat maka akan membentuk cincin ungu pada interfase kedua
cairan tersebut.. Pada pengujian asam amino dengan uji Hopkins-Cole,
larutan albumin ditambahkan dengan reagen Hopkins-Cole dan asam sulfat.
Penambahan tersebut menyebabkan terbentuknya dua lapisan dan terbentuk
cincin ungu pada bidang batas antara kedua lapisan tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa di dalam larutan albumin positif mengandung triptofan,
karena triptofan merupakan satu-satunya asam amino yang mengandung
gugus indol. Cincin ungu yang terbentuk merupakan hasil kondensasi
triptofan dengan gugus aldehida dari asam glioksilat dalam suasana asam
sulfat.
Untuk
membuktikan bahwa dalam larutan albumin terdapat asam amino triptofan,
maka dilakukan uji terhadap beberapa asam amino standar yang ada di
laboratorium. Asam amino standar yang digunakan adalah Fenilalanin,
tirosin, glisin, sistein dan triptofan. Pada pengujian dengan
fenilalanin, tirosin, glisin dan sistein, tidak terjadi perubahan dan
tidak terbentuk cincin ungu setelah asam-asam amino tersebut ditambahkan
dengan reagen Hopkins-Cole dan asam sulfat. Hal tersebut terjadi karena
kekempat asam amino tersebut tidak mengandung gugus indol. Pada
pengujian dengan triptofan, terbentuk dua lapisan dan terbentuk cincin
ungu di tengah-tengahnya setelah penambahan reagen Hopkins-Cole dan asan
sulfat. Hal ini membuktikan bahwa di dalam larutan albumin terdapat
asam amino triptofan.
3. Reaksi Millon
Pereaksi
Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat.
Apabila pereaksi ini ditambahkan ke dalam larutan protein yang
mengandung asam amino dengan rantai samping gugus fenolik, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan.
Pereaksi
Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat,
bila direaksikan dengan senyawa yang mengandung gugus fenol akan
membentuk endapan merah dengan pemanasan. Pada pengujian asam amino
dengan uji Millon, larutan protein (albumi telur) ditambahkan dengan
reagen Millon. Penambahan reagen Millon ini menyebabkan terbentuknya
endapan putih yang kemudian berubah menjadi endapan merah. Hal ini
membuktikan dalam larutan albumin tersebut positif mengandung tirosin.
Endapan
putih yang terbentuk setelah penambahan reagen Millon pada larutan
protein tersebut berasal dari endapan merkuri, dimana pada awalnya Hg
yang terlarut di dalam HNO3 teroksidasi menjadi Hg+. Ion Hg + ini
selanjutnya membentuk garam dengan gugus karboksil dari tirosin.
Endapan putih dari garan proteinat
Ketika
dipanaskan endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah. Hal
ini terjadi karena asam nitrat yang semula berfungsi sebagai pelarut
mengoksidasi Hg + menjadi Hg2+. Bersamaan dengan hal tersebut, asam
amino tirosin ternitrasi. Kemudian terjadi reaksi pembentukan HgO yang
berwarna merah.
Untuk
membuktikan bahwa dalam larutan albumin terdapat asam amino tirosin,
maka dilakukan uji terhadap beberapa asam amino standar yang ada di
laboratorium. Asam amino standar yang digunakan adalah fenilalanin,
tirosin, glisin, sistein dan tiptofan. Pada pengujian dengan
fenilalanin, glisin, sistein dan tiptofan tidak terbentuk endapan merah.
Hal ini disebabkan karena pada keempat asam amino tersebut tidak
mengandung gugus fenol. Pada pengujian dengan tirosin, setelah
penambahan reagen Millon dan pemanasan tidak terjadi perubahan warna.
Padahal, seharusnya terbentuk endapan merah yang dapat membuktikan bahwa
dalam laruta albumin terdapat asam amino tirosin. Hal ini kemungkinan
terjadi karena penambahan reagen Millon yang terlalu banyak.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Pada
asam amino sistein, selain terdapat gugus –COOH ,gugus –NH2 dan gugus R
pada asam amino sistein juga terdapat –SH bebas (gugus sulfidril) bila
bereaksi dengan natrium nitroprusida dalam amonia berlebih menghasilkan
kompleks berwarna merah. Beberapa protein yang memberikan hasil negatif
terhadap uji ini, ternyata menjadi positif setelah dipanaskan sampai
mengalami koagulasi atau denaturasi. Hal ini menunjukkan proses tersebut
menghasilkan gugus –SH bebas.
Reaksi:
[Fe3+(CN)3NC]2- + NH3 + RSH NH4+ + [Fe2+ (CN)5NOSR]2-
Kompleks berwarna merah
5. Metode Biuret
Larutan
protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4
encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung
gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini
memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah
violet atau biru violet.
No.
|
Zat Uji
|
Hasil Uji Biuret
|
Polipetida (+/-)
|
1
|
Albumin 2 %
|
Berwarna Ungu
|
+
|
2
|
Gelatin 2%
|
Berwarna Violet
|
+
|
3
|
Kasein 0.5%
|
Berwarna Ungu
|
+
|
4
|
Glisin 2%
|
Berwarna Biru
|
-
|
Polipeptida mempuyai perbedaan dengan protein. Polipeptida mempunyai
residu asam amino ≤ 100 dan dan bobot mulekul ≤ 6.000. Sedangkan, pada
protein residu asam amnionya ≥ 100 dan bobot mulekulnya ≥ 6.000. Pada
praktikum ini, zat uji Glisin menunjukkan hasil negatif dengan indikasi
terbentuknya warna biru adalah karena tidak adanya ikatan peptida.
Glisin adalah salah satu asam amino esenial dengan rumus bangun
NH2—CH2CO2H. Sedangkan pada Albumin, Gelatin dan Kasein rumus bangunya
lebih kompleks dan mengikat dua atau lebih asam amino esensial ,
sehingga terbentuk ikatan peptida.
Berikut gambaran proses pembantukan ikatan peptida :
Ikatan peptidaNH2 NH2
C=O C=O
NH2 NH
NH2 NH3 +
C=O C=O
NH2 NH2
Jadi, ikatan peptida hanya terbentuk apabila ada dua atau lebih asam amino esensial yang bereaksi.
b. Analisa Kuantitatif
1. Metode Kjeldahl
Metode
ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada
asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan
alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara
kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Analisa
protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan
yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada
tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi
(NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan
katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut
titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan
lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi,
kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses
oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah
mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada
tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama
destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau
timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink
(Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam
khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya
kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau
PP.
3. Tahap titrasi
Apabila
penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir
titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda
dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila
penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang
bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam
khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah
diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung
pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan.
2. Metode Titrasi Formol
Larutan
protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus
aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam
dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat.
Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
Selain cara diatas,kita dapat juga dianalisis untuk menentukan kadar protein dengan:
Protein
dapat diendapkan dengan asam tannat. Kompleks asam tannat/protein yang
terjadi dapat bereaksi dengan ion Ferri membentuk kompleks stabil
berwarna merah. Sebelumnya, kelebihan asam tannat harus dihilangkan
dengan pencucian menggunakan larutan NaCl fisiologis. Metode ini
mempunyai kelebihan: cepat, mudah dikerjakan, dan akurat. Metode ini
bisa memiliki batas deteksinya hingga 5 ug/mL, dan recovery 98-103%.
Interferensi yang bisa terjadi pada metode ini adalah bila terdapat
senyawa yang bisa membentuk kompleks dengan ion Ferri.
Reagen:
- Larutan NaCl 1.5 M
- Asam Tannat 1 mM; dibuat dengan melarutkan 1.7 g asam tannat dalam akuades (yang mengandung 1 g asam benzoat) hingga 1 L.
- Larutan FeCl3 10 mM; dibuat dengan melarutkan 1.625 g dalam pelarut air-trietanolamin (1:1) hingga 1 L.
Larutan Standard:
Buat seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL dengan pengenceran dari larutan stok.
Prosedur:
- Ambil 0.5 mL larutan (sampel protein/standard), masukkan ke dalam tabung sentrifuse. Tambahkan 0.5 mL larutan NaCl 1.5 M dan 0.5 mL asam tannat 1 mM, vortex. Setelah 5 menit, lakukan sentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm.
- Dekantir supernatan, tuntaskan dengan membalikkan tabung pada kertas saring.
- Tambahkan 5 mL larutan NaCl pada endapan, vortex, sentrifugasi, dan buang supernatan untuk memcuci endapan.
- Tambahkan 2 mL air dan 0.5 mL reagen FeCl3 pada endapan, vortex. Setelah 5 menit, ukur absorbansinya pada 510 nm terhadap blanko (2 mL air + 0.5 mL FeCl3).
Metode
Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan
tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen
Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis
Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara
kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih
sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel
protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi
0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat
kesensitifannya.
Metode
Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna
Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung
residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan
dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine).
Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan
dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan
mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang
terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan
pada protein
Metode
Bradford didasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna
Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung
residu asam amino dengan rantai samping aromatik (Tyrosine, Tryptophan
dan Phenylalanine) atau bersifat basa (Arginine, Histidine dan Leucine).
Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (λmaks 465 nm), sedangkan
dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan
mengikat protein membentuk warna biru (λmaks 595 nm). Jumlah CBBG yang
terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan
pada protein.
Coomassie
Blue G250; sebanyak 100 mg Coomassie Blue G250 dilarutkan dalam 50 mL
etanol 95%. Larutan ini kemudian dicampur dengan 100 mL asam fosfat 85%,
diencerkan hingga 1 L dengan akuades. Reagen kemudian disaring dengan
kertas Whatman No. 1 sebelum disimpan pada suhu kamar. Reagen ini stabil
untuk beberapa minggu, meskipun akan terjadi sedikit pengendapan.
Buat
seri kadar larutan standard BSA (Bovine Saline Albumin) 0.1 - 1.0 mg/mL
dengan pengenceran dari larutan stok.Ambil 100 μL larutan
(sampel/standard), masukkan ke tabung. Tambahkan 5 mL reagen,
homogenkan. Hindari terjadinya gelembung (busa), Ukur absorbansi pada
595 nm terhadap blanko (larutan PBS).
Sumber:
(http://ariebs.staff.ugm.ac.id/?tag=analisis-protein)(Philip w. kuchel.1985.hal:81-84)
0 komentar:
Posting Komentar